Metode pembelajaran keperawatan

NEGRTIAN PERANAN

Peranan berasal dari kata peran. Peran memiliki makna yaitu seperangkat tingkat diharapkan yang dimiliki oleh yang berkedudukan di masyarakat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007: 845) “peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilksanakan”.

Soekanto (1984: 237) “Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status)”. Apabila seseorang yang melakukan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan.

Nasution (1994: 74 ) menyatakan bahwa “peranan adalah mencakup kewajiban hak yang bertalian kedudukan”. Lebih lanjut Setyadi (1986 : 29 ) berpendapat ”peranan adalah suatu aspek dinamika berupa pola tindakan baik yang abstrak maupun yang kongkrit dan setiap status yang ada dalam organisasi”.

Usman (2001 : 4 ) mengemukakan “ peranan adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa peranan adalah suatu pola tindakan yang dilakukan oleh aparat desa  baik secara individual maupun secara bersama-sama yang dapat menimbulkan suatu peristiwa.

Menurut (Berlo1961: 153) Analisis terhadap perilaku peranan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan : (1)ketentuan peranan, (2) gambaran peranan, dan (3) harapan peranan. Ketentuan peranan adalah pernyataan formal dan terbuka tentang perilaku yang harus ditampilkan oleh seseorang dalam membawa perannya.

METODE PEMBELAJARAN

Jenis-jenis metode dapat dikelompokkan ke dalam beberapa pendekatan, diantaranya:
· Berdasarkan pemberian informasi:
- Metode Ceramah
- Metode Tanya Jawab
- Metode Demonstrasi
· Berdasarkan pemecahan masalah:
- Metode Curah Pendapat (Brainstorming)
- Metode Diskusi Kelompok
- Metode Rembuk Sejoli
- Metode Diskusi Kelompok Kecil (Buzz Group)
- Metode Panel
- Metode Forum Debat
- Metode Seminar
- Metode Simposium
· Berdasarkan penugasan:
- Metode Latihan (Drill)
- Metode Penugasan (Resitasi)
- Metode Permainan:
 DIAD
 Kubus Pecah
 Role Playing
 Sosiodrama
 Simulasi
- Metode Kelompok Kerja (Workshop)
- Metode Studi Kasus
- Metode Karyawisata
A. Metode Ceramah
Metode Ceramah yaitu cara penyampaian informasi secara lisan yang dilakukan oleh
sumber belajar kepada warga belajar. Metode ini merupakan yang paling banyak digunakan
dalam kesempatan penyampaian informasi dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran. Hal ini
diakibatkan adanya kemampuan setiap orang untuk berkomunikasi atau menyampaikan pesan
kepada orang lain.

B. Metode Tanya Jawab
Metode Tanya Jawab yaitu cara penjelasan informasi yang pelaksanaannya saling
bertanya dan menjawab antara sumber belajar dengan warga belajar.

C. Metode Demonstrasi
Metode Demonstrasi yaitu cara memperagakan sesuatu hal yang pelakasanaannya diawali
oleh peragaan sumber belajar kemudian diikuti oleh warga belajar. Hal yang diperagakan adalah
harus kegiatan yang sebenarnya, tidak bersifat abstrak.

D. Metode Curah Pendapat (Brainstorming)
Metode Brainstorming atau Curah Pendapat yaitu cara untuk menghimpun gagasan atau
pendapat dari setiap warga belajar tentang suatu permasalahan.

E. Metode Diskusi Kelompok
Metode Diskusi Kelompok yaitu cara pembahasan suatu masalah oleh sejumlah anggota
kelompok untuk mencapai suatu kesepakatan.

F. Metode Rembuk Sejoli
Metode Rembuk Sejoli yaitu cara pemecahan suatu masalah yang pelaksanaannya warga
belajar dalam kelompok dibagi secara berpasangan kemudian dalam waktu yang singkat masingmasing
kelompok membahas suatu masalah dan diakhiri dengan penyampaian laporan nya oleh
masing-masing juru bicara dalam kelompok besar.

G. Metode Diskusi Kelompok Kecil (Buzz Group)
Metode Buzz Group yaitu cara pembahasan suatu masalah yang pelaksanaannya warga
belajar dibagi dalam kelompok kecil antara tiga sampai enam orang membahas suatu masalah
yang diakhiri dengan penyampaian hasil pembahasannya oleh setiap juru bicara pada kelompok
besar.

H. Metode Panel
Metode Panel yaitu cara pembahasan suatu masalah melalui kegiatan diskusi yang
dilakukan oleh beberapa akhli dari berbagai keakhlian dihadapan warga belajar

I. Metode Forum (Debate)
Metode forum (debate) adalah cara pembelajaran yang dilakukan melalui diskusi terbuka
yang disampaikan oleh beberapa nara sumber dengan topik masalah yang kontroversial.

J. Metode Seminar
Metode Seminar yaitu cara penyampaian informasi berdasarkan hasil penelitian yang
diikuti dengan kegiatan diskusi oleh seluruh warga belajar dibawah bimbingan sumber belajar.
Kegiatan penelitian yang dilakukan oleh warga belajar dapat berdasarkan hasil penelitian tentang
suatu kasus/masalah, dapat juga hasil bacan/literatur.

K. Metode Simposium
Metode Simposium yaitu cara penyampaian materi secara lisan yang dilakukan berupa
kegiatan ceramah oleh beberapa orang nara sumber.

L. Metode Latihan (Drill)
Metode drill yaitu cara melatih warga belajar tentang kegiatan-kegiatan tertentu secara
berulang-ulang dengan materi yang sama.

M. Metode Penugasan (Resitasi)
Metode Resitasi yaitu cara pemberian tugas yang dilakukan oleh sumber belajar kepada
warga belajar yang pelaksanaannya dapat dilakukan di dalam kelas maupun di luar kelas, serta
dapat dilakukan secara individual maupun kelompok.

N. Metode DIAD
Metode DIAD yaitu cara komunikasi diantara dua orang baik secara lisan maupun tertulis
terutama menyangkut identitas dari masing-masing pribadi.

O. Metode Kubus Pecah (Broken Square)
Metode Broken Square yaitu cara penyusunan pecahan-pecahan Bujursangkar yang
dilakukan oleh empat atau lima kelompok menjadi bentuk bujur sangkar yang utuh.

P. Metode Bermain Peran (Role Playing)
Metode Role Playing yaitu cara permainan yang pelaksanaannya berupa peragaan secara
singkat oleh warga belajar dengan tekanan utama pada karakteristik/sifat seseorang dengan dasar
memerankan cuplikan tingkah laku dalam situasi tertentu, yang dilanjutkan dengan kegiatan
diskusi tentang masalah yang baru diperagakan.

Q. Metode Sosiodrama
Metode Sosiodrama yaitu cara permainan yang pelaksanaannya berupa peragaan oleh
warga belajar dengan tekanan utama pada karakteristik/sifat seseorang dengan dasar
memerankan tingkah laku dalam situasi tertentu dengan didasarkan pada cerita yang utuh, yang
dilanjutkan dengan kegiatan diskusi tentang masalah yang baru diperagakan.

R. Metode Simulasi
Metode Simulasi yaitu cara permainan yang berupa cuplikan suatu situasi kehidupan
nyata yang diangkat ke dalam kegiatan belajar.

S. Metode Kelompok Kerja (Workshop)
Metode kelompok kerja adalah cara pembelajaran yang melibatkan peserta dalam
kelompok untuk menyelesaikan tugas-tugas.

T. Metode Studi Kasus
Metode studi kasus yaitu cara penelaahan suatu kasus nyata di lapangan melalui kegiatan
penelitian, yang diakhiri dengan kegiatan penyampaian laporan.

U. Metode Karyawisata
Metode Karyawisata yaitu cara mengunjungi suatu tempat/objek tertentu dengan
melibatkan seluruh warga belajar, dengan kegiatan ada unsur karya dan unsur wisatanya.

PENENTUAN METODE PEMBELAJARAN

Faktor-faktor Pemilihan Metode Pembelajaran diantaranya, meliputi: tujuan pembelajaran,
bahan/materi pembelajaran, sumber belajar, warga belajar, sarana/fasilitas belajar, waktu
pembelajaran dan besar-kecilnya kelompok.

A. Tujuan Pembelajaran
Kaitan metode dengan tujuan pembelajaran yaitu didasarkan atas kondisi bahwa metode
sebagai cara untuk mencapai tujuan pembelajaran, sehingga metode apa yang akan kita gunakan
banyak dipengaruhi oleh kondisi tujuan pembelajaran itu sendiri. Tujuan pembelajaran disini
menyangkut kemampuan yang harus dimilki warga belajar setelah selesai mengikuti kegiatan
pembelajaran. Menurut Bloom (1956) diungkapkan bahwa kemampuan yang terdapat pada
tujuan pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif dan
psikomotor. Untuk setiap ranah terdapat tingkatan-tingkatan kemampuan yang berkisar dari
kualitas yang rendah sampai pada kualitas kemampuan yang tinggi.
Tahapan untuk ranah kognitif yaitu menyangkut : pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintetis dan evaluasi. Tahapan untuk ranah afektif yaitu menyangkut penerimaan,
memberikan respon, penilaian, organisasi dan pemeranan. Tahapan untuk ranah psikomotor yaitu
persepsi kesiapan, respon terpimpin, mekanisme, complex overt response. Penyesuaian dan
organisasi.
Pencapaian kemampuan-kemampuan untuk setiap tingkatan pada setiap ranah
mempunyai implikasi terhadap penetapan jenis metode pembelajaran. Ketepatan pemilihan
metode akan menghasilkan kualitas hasil belajar yang tinggi, bahkan dapat mencapai tingkat
efisiensi yang tinggi pula. Untuk mencapai kemampuan yang bersifat menyatakan tidak usah
menggunakan variasi metode yang terlalu rumit, tetapi misalnya cukup menggunakan metode
yang hanya untuk menyampiakan informasi. Tetapi sebaliknya apbila kemampuan belajar yang
diharapkan itu menyangkut psikomotor yang tinggi maka harus menggunakan variasi metode
yang sekiranya warga belajar dapat menampilkan/mempraktekan kemampuan tertentu.

B. Bahan/Materi Pembelajaran
Pengaruh bahan belajar terhadap penetapan metode pada hakekatnya merupakan
kelanjutan dari pengaruh tujuan pembelajaran. Gagne (1976) mengungkapkan bahwa bahan
belajar terdiri dari konsep, prinsip, prosedur dan fakta atau kenyataan yang ada. Dari setiap jenis
bahan belajar tersebut memilki tingkatan kesulitan yang terdiri dari bahan belajar dasar,
kelanjutan dan tinggi. Berdasarkan keragaman bahan belajar tersebut maka dituntut adanya
penggunaan variasi metode dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan jenis bahan belajar itu
sendiri. Metode-metode tertentu ada yang dapat digunakan untuk membahas seluruh bahan
belajar, tetapi ada metode-metode tertentu yang hanya tepat digunakan untuk bahan-bahan
tertentu pula.

C. Sumber Belajar
Faktor sumber belajar juga merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan
dalam pemlihan suatu metode. Kondisi sumber belajar menyangkut kondisi diri yang
mempengaruhi baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Kondisi internal yaitu
menyangkut pemahaman terhadap bahan kajian, pemahaman penggunaan metode dan
kemampuan mengelola kegiatan pembelajaran, sedangkan kondisi eksternal yaitu kondisi di luar
diri sumber belajar tersebut yang dapat mempengaruhi terhadap pengelolaan kegiatan
pembelajaran. Bagi sumber belajar jangan terlalu memaksakan dalam penggunaan suatu metode
yang hanya didasarkan kepada pengalaman orang lain, sebab belum tentu efektif dan efisien
penggunaan suatu metode yang sudah digunakan oleh orang lain apabila diterapkan oleh diri kita
dalam proses pembelajaran yang kita kelola. Hal ini didasarkan bahawa kemampuan sumber
belajar yang satu dengan yang lainnya memiki perbedaan. Sumber belajar harus
mempertimbangkan kondisi diri dalam menggunakan metode tersebut baik yang menyangkut
pemahaman terhadap bahan belajar, pemahaman penggunaan metode dan kemampuan mengelola
kegiatan pembelajaran

D. Warga Belajar
Warga belajar dalam kegiatan pembelajaran sebagai masukan mentah yang akan dirubah
melalui proses pembelajaran. Kondisi warga belajar memiliki karakteristik pribadi yang
dimilikinya yaitu menyangkut : jenis kelamin, usia, latar belakang sosial ekonomi, pengalaman
dan keadaan psikisnya. Keragaman kondisi warga belajar mengakibatkan perlu adanya pemilihan
dan penentuan metode pembelajaran yang akan digunakan. Bagi peserta yang memiliki
pengalaman yang sederhana dan terbatas akan lain cara belajarnya apabila dibandingkan dengan
mereka yang sudah banyak memiliki pengalaman walaupun mempelajari bahan kajian yang
sama. Untuk mengatasi keanekaragaman karakteristik warga belajar tersebut maka sumber
belajar perlu menganalisinya terlebih dahulu dalam penetapan suatu metode, sehingga dalam
penerapannya tidak akan mengalami ketimpangan cara berfikir antara warga belajar yang sudah
banyak pengalaman dan warga belajar yang masih kurang memiliki pengalaman dalam bidangbidang
tertentu. Apabila sumber belajar sudah dapat mengantisipasi tentang karakteristik warga
belPendidikan Keperawatan Dian Husadaajar sejak awal, maka iklim belajar dalam kegiatan pembelajaran akan tercipta secara
kondusif.

E. Sarana/Fasilitas Belajar
Sarana dalam pembelajaran diartikan segala macam fasilitas yang dapat menunjang dan
melengkapi terselenggaranya kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Sarana tersebut dapat berfungsi sebagai : fasilitas atau alat belajar dan sumber
belajar. Sebagai fasilitas atau alat belajar diantaranya seperti alat tulis, ruangan kelas, tempat
duduk, buku bacaan, dan alat-alat lainnya yang dibutuhkan untuk terselenggaranya kegiatan
belajar. Sedangkan sarana sebagai sumber belajar yaitu sarana tersebut merupakan alat atau
orang yang digunakan untuk mempelajari bahan kajian tertentu.
Secara konsep bahwa sarana dapat mempengaruhi terhadap tingkat kualitas pemahaman
peserta. Hal ini terjadi misalnya apanila dalam proses pembelajaran memerlukan alat tertentu,
akan tetapi apabila alat yang diperlukan tidak ada maka akibatnya proses pembelajaran tersebut
hanya bersifat verbalisme.
Kelengkapan sarana dalam kegiatan pembelajaran mempunyai implikasi terhadap
penetapan metode yang digunakan sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran. Akibat hal ini
maka sumber belajar harus mampu menyesuaikan antara penggunaan metode dengan
kelengkapan dan jenis sarana yang tersedia. Misalnya apabila sarana belajar yang tersedia hanya
grafis maka sebaiknya tidak menggunakan metode yang memerlukan sarana elektronik.

F. Waktu Pembelajaran
Faktor waktu adalah menyangkut jumlah dalam kegiatan pembelajaran, serta menyangkut
kondisi waktu kegiatan pembelajaran. Penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran perlu
disesuaikan dengan waktu. Walaupun Sumber Belajar dapat menetapkan metoda yang dianggap
paling tepat berdasarkan kecenderungan program pembelajaran tertentu, namun apabila metoda
tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama sedangkan waktu yang tersedia sangat terbatas,
maka metoda tersebut kurang tepat untuk digunakan. Ketepatan metoda dengan jumlah waktu
yang tersedia akan menjurus kepada tercapainya tujuan pembelajaran dengan baik.
Mengenai waktu tersebut disamping disesuaikan dengan jumlah waktu yang tersedia,
juga perlu disesuaikan dengan kondisi waktu itu sendiri. Kondisi waktu tersebut adalah kondisi
pagi hari, siang hari, sore hari atau malam hari. Dengan kondisi-kondisi tersebut berdampak ke
dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran, sehingga mempunyai implikasi terhadap metoda
yang akan digunakan oleh sumber belajar. Untuk supaya dapat tercipta kondisi pembelajaran
yang kondusip dalam kondisi kapanpun maka metoda yang digunakan dalam proses
pembelajaran harus disesuaikan, misalnya ketika pembelajaran berlangsung pagi hari
penggunaan metoda yang bersifat informasi akan lebih baik daripada diterapkan siang hari dalam
keadaan cuaca panas sekali. Untuk menanggulangi hal ini maka apabila siang hari kegiatan
pembelajaran dilangsungkan, maka metode yang digunakan harus bervariasi sehingga warga
belajar tidak merasa kepanasan atau merasa ngantuk, contoh metode yang dapat digunakan
misalnya diskusi , demonstrasi, forum musik.

G. Besar Kecilnya Kelompok
Perubahan dalam diri orang-orang lebih mudah terjadi dalam suasana interaksi antara sumber
belajar dengan warga belajar apabila ada kesempatan untuk saling menerima dan memberi untuk
kejelasan dan pengembangan suatu gagasan. Makin besar kelompok maka akan menimbulkan
kurang interaksi baik antara warga belajar maupun antara warga belajar dengan sumber belajar

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Pembelajaran.

Melaksanakan suatu pembelajaran harus diawali dengan kegiatan perencanaan pembelajaran. Perencanaan memiliki fungsi penting agar pembelajaran menjadi lebih terarah. Dalam membuat perencanaan pembelajaran, banyak aspek yang harus dipertimbangkan oleh guru. Oleh karenanya agar pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan dapat meraih tujuan yang diharapkan, maka dalam menyusun learning design perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode pembelajaran. Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode pembelajaran, antara lain:
1.      Faktor peserta didik.
a.      Perbedaan jenjang pendidikan.
Pemilihan suatu metode pembelajaran, harus menyesuaikan tingkatan jenjang pendidikan siswa. Pertimbangan yang menekankan pada perbedaan jenjang pendidikan ini adalah pada kemampuan peserta didik, apakah sudah mampu untuk berpikir abstrak atau belum. Penerapan suatu metode yang sederhana dan yang kompleks tentu sangat berbeda, dan keduanya berkaitan dengan tingkatan kemampuan berpikir dan berperilaku peserta didik pada setiap jenjangnya.
Sebagai contoh, pemilihan metode pembelajaran untuk anak kelas satu SD biasanya dengan metode belajar yang sederhana dan menyenangkan, karena tingkatan berpikirnya masih kongkret. Misalnya saat membahas mengenai ‘saling berbagi’, guru harus menunjukkan dan mengajak peserta didiknya untuk saling berbagi, dengan cara membagi makanan maupun saling berbagi mainan dengan cara mempraktekannya. Berbeda pada metode pembelajaran yang diterapkan pada anak pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, misalnya SMP dan SMA. Saat membahas mengenai ‘saling berbagi’ cukup dengan melakukan diskusi, karena pada tahap ini mereka sudah memiliki kemampuan berpikir abstrak dan analitis.
Semakin tinggi tingkatan berpikirnya, maka pemilihan metode pembelajaran yang diterapkan dapat semakin kompleks. Ini berkaitan dengan pemahaman siswa, pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya, serta kebutuhan akan aktualisasi diri yang bersifat lebih kompleks. Kebutuhan akan aktualisasi diri yang lebih kompleks menunjuk pada motif peserta didik dalam tingkatan partisipasi pembelajaran yang dilakukan.
Pada usia anak-anak, aktualisai diri biasanya didasari karena: (1) pujian; (2) perasaan malu karena teman yang lain aktif, sehingga ia terdorong untuk turut aktif; (3) perasaan segan maupun takut pada guru; (4) karena memang siswa mampu; (5) perasaan senang terhadap guru maupun mata pelajaran tertentu; (6) keinginan untuk mendapatkan nilai lebih sebagai hasil pencapaian belajar. Berbeda dengan motivasi aktualisasi diri pada peserta didik yang tergolong usia remaja dan dewasa, aktualisasi diri selain dimotivasi hal-hal diatas bisa didorong oleh alasan yang bersifat lebih kompleks, seperti: (1) keinginan untuk maju dan meningkatkan kualitas diri; (2) idealisme; (3) sosialisasi ide atau gagasan sebagai hasil pemikiran; serta (4) keinginan untuk mendapatkan respons dari warga belajar atas partisipasinya.  
b.      Latar belakang peserta didik.
Latar belakang peserta didik dapat ditelusur dari keluarga, pola didik, pola asuh, kondisi-kondisi tertentu (ekonomi, sosial, budaya, anak berkebutuhan khusus, dan lain sebagainya). Prakarsa belajar seseorang sangat dipengaruhi oleh individual culture yang besangkutan. Individual culture terbentuk dari pola asuh dan pola didik seseorang dalam lingkungan keluarganya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor perkembangan individu. Meskipun tidak signifikan, atau pengaruhnya kecil sebagai pertimbangan dalam pemilihan metode pembelajaran, namun untuk kondisi-kondisi khusus, latar belakang peserta didik perlu mendapat perhatian yang besar. Contoh, pemilihan metode pembelajaran bagi anak-anak sekolah luar biasa harus memberikan perlakuan khusus, sehingga metode pembelajaran yang digunakan akan mampu mencapai tujuan yang diharapkan.
c.       Tingkat intelektualitas.
Pada bagian ini yang dimaksud dengan tingkat intelektualitas, mencakup gaya belajar dan daya serap peserta didik dalam mengolah informasi dan menyerap substansi pembelajaran yang dilakukan. Gaya belajar yakni, melalui apa siswa mampu menangkap dan memahami pembelajaran. Kategorinya antara lain gaya belajar audiotori, visual, atau audio – visual. Daya serap, adalah seberapa cepat dan seberapa besar kemampuan siswa dalam menyerap informasi, dan proses pembelajaran secara keseluruhan. Apakah siswa termasuk cepat, lambat, atau tengah – tengah, dalam menyerap pembelajaran.
Dalam satu kelas tidak menutup kemungkinan terdapat rentang yang terlalu lebar terkait gaya belajar dan daya serap peserta didik. Rentang yang terlalu lebar tersebut akan menimbulkan suatu ‘gap’ dalam pelaksanaan pembelajaran. Sebagian siswa mungkin terlalu cepat menangkap informasi namun sebagian yang lain justru sulit dan lamban dalam menangkap informasi. Oleh karenanya, pemilihan metode belajar yang mampu mengatasi ‘gap’ dan menyatukan perbedaan dengan bentangan yang luas menjadi suatu keharusan bagi guru, dalam menentukan metode pembelajaran yang efektif dan efisien.
2.      Faktor dinamika kelas.
a.      Jumlah peserta didik.
Jumlah peserta didik dalam satu kelas perlu menjadi pertimbangan dalam pemilihan metode pembelajaran yang tepat. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan aturan baku mengenai standar jumlah peserta didik dalam satu kelas, namun kenyataannya aturan tersebut masih belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kekurangan jumlah peserta didik dalam satu kelas disebabkan karena minat dan berbagai alasan lain, sehingga terjadi kekurangan siswa. Lain halnya dengan kelas yang jumlah siswanya justruover capasity. Masih banyak sekolah-sekolah yang menerima murid dalam jumlah yang besar namun tidak memiliki kapasitas ruang yang memadai, sehingga dalam satu ruangan kelas dipenuhi oleh jumlah siswa yang melebihi dari 32 orang.
Hal ini berpengaruh pada efektifitas pembelajaran. Dalam kelas yang jumlah peserta didiknya melampau batas, guru akan kewalahan mengampu pembelajaran. Pencapaian tujuan belajar akan menjadi lebih sulit karena ketidakseimbangan antara porsi maksimal perhatian dan penanganan yang dapat diberikan guru, dengan kondisi besarnya jumlah siswa yang akan menimbulkan berbagai keruwetan. Kelas yang over capasity, cenderung sulit diatur, gaduh, peserta didik sulit untuk memfokuskan perhatian secara konsisten terhadap pelaksanaan pembelajaran dan berbagai masalah lainnya.
Pemilihan metode yang tepat akan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang memberdayakan. Artinya, dengan penggunaan metode tersebut setiap peserta didik tidak luput dari perolehan peran dan porsi keterlibatan dalam pembelajaran. Sebagai contoh, dalam kelas besar, berisi 43 siswa, tidak terdapat rombel sehingga tidak ada team teaching. Kondisi ini mengharuskan guru benar-benar dalam posisi sebagai ‘single fighter’ menghadapi sekian banyak siswa yang berpotensi menimbulkan kegaduhan. Pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), materi pembelajaran adalah mengenai empat sikap politik, yakni: (1) sikap politik radikal; (2) sikap politik liberal; (3) sikap politik moderat; dan (4) sikap politik status quo. Guru menggunakan metode pembelajaran individual job – grouping in cluster yang ia kembangkan sendiri.
Aplikasi metode ini adalah dengan memberikan penjelasan singkat pada peserta didik mengenai keempat sikap politik tersebut, kemudian menugasi siswa secara individu untuk menuliskan dalam kartu jawab mengenai  pengertian dan contoh kongkret sikap politik radikal, liberal, moderat, dan status qou. Satu orang peserta didik memperoleh satu sikap politik. Setelah waktu yang ditentukan, guru mengelompokkan siswa dengan sikap politik sejenis dalam kelompok-kelompok cluster dengan posisi tempat duduk memanjang dari depan ke belakang. Diskusi mengenai sikap politik segera dilakukan. Secara singkat dapat dijelaskan, pada metode ini siswa mengerjakan latihan soal pada awalnya  kemudian dikelompokkan dalam tugas yang sejenis, dengan kata lain individual learningdikembangkan menjadi cooperatif learning.
Mengetahui seluk beluk kondisi kelas dan peserta didik tidak hanya sebagai suatu keharusan bagi guru, tetapi harus dijadikan sebagai prisip pelaksanaan pembelajaran yang mantap dan profesional. Dengan demikian guru dapat mengatasi permasalahan yang muncul dalam pembelajaran yang diampunya. Guru memiliki kebebasan dalam mengembangkan ide-ide dan kreatifitasnya demi kemajuan kualitas pembelajaran di kelasnya.
b.      Karakter kelas.
Pemilihan metode pembelajaran harus memperhatikan karakter kelas. Karakter kelas menyangkut sifat dan sikap peserta didik dalam tataran umum untuk ruang lingkup kelas. Guru harus memiliki ketajaman pandangan dan mampu menilai karakter yang dimiliki oleh kelas-kelas yang diampunya. Setiap kelas memiliki karakternya masing-masing. Salah satu keterampilan wajib seorang guru adalah dalam hal penguasaan kelas. Penguasaan kelas bukan diartikan guru dominan dan diktatoris, tapi guru sangat mengenali dan memahami secara mendalam karakter kelas yang diampunya.
Mengenali dan memahami karakter kelas memerlukan cara tersendiri. Cara yang bisa dilakukan untuk mengetahui karakter kelas adalah dari sikap yang paling dominan yang dimiliki kelas tersebut, dimana sikap dominan tersebut merupakan sikap yang mencirikan (membedakan) kelas tersebut dengan kelas lainnya. Ini berarti setiap kelas memiliki ciri khas sendiri-sendiri. Sikap dominan bisa ditelusur dari indikasi-indikasi seperti yang tampak, antara lain:
1.)      Seberapa kooperatifkah warga belajar.
Dalam menjalankan tugasnya, tidak jarang guru mendapatkan reaksi penolakan dari peserta didik. Reaksi penolakan tersebut biasanya ditunjukkan dengan sikap tidak senang terhadap mata pelajaran atau tidak senang pada gurunya, yang diperlihatkan pada saat pembelajaran berlangsung. Sikap penolakan ini bisa berlangsung sementara atau bahkan akan terus berlangsung, bilamana guru tidak segera berupaya melakukan tindakan-tindakan untuk mengatasinya.
Kelas yang kooperatif adalah kelas yang mampu dan bisa ‘diajak’ bekerjasama. Hal ini tampak dari sebagian besar peserta didik mengikuti pelajaran dengan sungguh-sungguh, sehingga suasana kelas cenderung kondusif, pembelajaran dapat berjalan dengan sangat baik. Namun jika keadaan sebaliknya, seperti kegaduhan yang melebihi batas, peserta didik malas dan enggan menunjukkan partisipasi yang diharapakan dalam proses pembelajaran, ini tandanya kelas tersebut perlu mendapatkan pendekatan dari guru agar lebih kooperatif.
Menciptakan kelas yang kooperatif menjadi bagian penting dari tugas guru. Tujuan pembelajaran dicapai tidak hanya oleh dan untuk peserta didik saja, tetapi dicapai secara bersama-sama antara guru dan peserta didik.
2.)      Adakah kelompok dominan dalam kelas tersebut.
Seorang guru, pasti pernah menjadi murid. Saat menjadi murid, guru pernah mengalami masa-masa di sekolah, dimana di kelas selalu saja ada kelompok teman-teman sekelas yang memiliki ‘power’ sehingga mendominasi kelas. Berbekal pengalaman tersebut, guru harus memiliki kejelian dalam memetakan kondisi siswanya secara individu, maupun secara berkelompok. Mengidentifikasi keberadaan kelompok dominan dalam kelas akan memudahkan guru memegang kendali kelas.
Tidak berlebihan manakala hukum ‘people sovereignity’ juga terjadi di ruang-ruang kelas di sekolah. Kelompok dominan di kelas biasanya mampu mengontrol situasi kelas sesuai yang mereka inginkan. Jika yang berkembang adalah kelompok dominan dengan kebiasaan negatif, maka situasi kelas akan tidak kondusif untuk pelaksanaan pembelajaran. Peserta didik akan cenderung gaduh, tidak kooperatif, bahkan menunjukkan sikap yang memojokkan guru.
Menghadapi situasi demikian, guru perlu memiliki kemampuan interpersonal dan ketepatan dalam pemilihan metode pembelajaran yang tepat. Pemilihan metode belajar yang tepat pada kenyataanya mampu mengatasi masalah dominasi kelompok tertentu dalam lingkup kelas.
3.)      Bagaimana performa dan tingkat partisipasinya.
Menelusur karakter kelas, juga dapat dilakukan dengan mengamati performa dan tingkat partisipasi peserta didik baik secara individu maupun berkelompok, dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Guru biasanya akan mudah menilai bagaimana performa dan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Penilaian tersebut kemudian akan memunculkan pandangan apakah kelas tersebut termasuk kelas aktif atau kelas pasif. Pemilihan metode pembelajaran untuk kelas aktif tidak akan menyulitkan guru dalam menentukan metode mana yang akan digunakan. Berbeda dengan kelas pasif, guru harus memilih metode mana yang cocok agar dengan metode tersebut mampu mendorong tingkat partisipasi peserta didik dan memunculkan performa mereka.
3.      Faktor ketersediaan fasilitas pembelajaran.
Fasilitas pembelajaran berfungsi untuk memudahkan proses pembelajaran dan pemenuhan kebutuhan proses pembelajaran. Bagi sekolah yang telah memiliki fasilitas pembelajaran yang lengkap, ketersediaan fasilitas belajar bukan lagi suatu kendala. Namun demikian tidak semua sekolah memiliki fasilitas pembelajaran dengan standar yang diharapkan. Keadaan tersebut hendaknya tidak menjadi suatu hambatan bagi guru dalam merancang pembelajaran yang tetap mampu menjangkau tujuan pembelajaran. Dalam kondisi tertentu, guru-guru yang memiliki semangat dan komitmen yang kuat tetap mampu menyelenggarakan pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan mampu mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Manakala sekolah mengalami keterbatasan dalam penyediaan fasilitas pembelajaran, pemilihan metode pembelajaran merupakan jalan keluar yang paling relevan agar pembelajaran tetap menarik, menyenangkan, dan dapat memberikan goal yang ingin dicapai. Sebagai contoh, dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), peserta didik harus mencari informasi mengenai pandangan masyarakat terhadap aktor-aktor politik di Indonesia. Saat ini banyak sekolah-sekolah yang telah dilengkapi dengan fasilitas internet Wi Fi, sehingga semua warga sekolah dapat mengakses internet dengan mudah. Tetapi tidak sedikit pula sekolah yang belum memiliki kemampuan untuk menyediakan fasilitas ini.
Penggunaan perpustakaan sebagai fasilitas subtitusi (pengganti penggunaan internet) bisa dilakukan. Akan tetapi ada cara yang lebih ‘menghidupkan’ suasana pembelajaran dibandingkan menggunakan perpustakaan. Guru dapat memilih menggunakan metode pembelajaran wawancara. Siswa diminta mewawancarai warga sekolah untuk menjaring informasi mengenai pendapat mereka terhadap aktor-aktor politik di Indonesia. Dalam hal ini ketiadaan fasilitas internet dapat digantikan dengan pemilihan metode pembelajaran yang tepat. Justru dengan metode ini guru dan peserta didik akan mendapatkan nilai tambah, yakni adanya pola interaksi langsung antara peserta didik dengan masyarakat yang diwawancarai. Disamping menambah kepercayaan diri, serta memupuk keberanian peserta didik. Rasa optimis adalah kunci utama untuk menciptakan pembelajaran yang berkualitas ditengah-tengah kekurangan yang ada.
4.      Faktor tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
Setiap pelaksanaan pembelajaran tentu memiliki tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Penyelenggaraan pembelajaran bertujuan agar pesera didik sebagai warga belajar akan memperoleh pengalaman belajar dan menunjukkan perubahan perilaku, dimana perubahan tersebut bersifat positif dan bertahan lama. Kalimat tersebut dapat dimaknai bahwa pembelajaran yang berhasil adalah pembelajaran yang tidak hanya akan menambah pengetahuan peserta didik tetapi juga berpengaruh terhadap sikap dan cara pandang peserta didik terhadap realitas kehidupan.
Pemilihan metode pembelajaran yang tepat akan mampu menjadikan peserta didik meraih tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Sebagai contoh, pada mata pelajaran Geografi dirumuskan dua tujuan pembelajaran, antara lain: (1) agar siswa memahami dampak pemanasan global bagi lingkungan; dan (2) agar siswa mampu menunjukkan sikap mencintai lingkungan dan alam. Demi tercapainya kedua tujuan pembelajaran tersebut, guru menggunakan metode resitasi. Dalam tugas resitasi ini guru meminta siswa untuk mengumpulkan informasi mengenai dampak pemanasan global bagi lingkungan, selain itu siswa diminta untuk melakukan aksi nyata kepedulian dan cinta terhadap lingkungan dan alam. Guru menghendaki agar siswa mengumpulkan laporan tugas dan bukti aksi nyata kepedulian dan cinta siswa terhadap lingkungan dan alam.
Dalam jangka waktu yang ditentukan penugasan resitasi telah membuat siswa berhasil menyusun laporan mengenai dampak pemanasan global terhadap lingkungan. Sebagai aksi nyata sikap peduli dan cinta terhadap lingkungan dan alam, siswa menunjukkan berbagai macam ide maupun tindakan nyata berkaitan dengan hal tersebut. Terdapat siswa yang secara gencar mensosialisasikan gerakan-gerakan mencintai lingkungan dan alam dengan memanfaatkan situs jejaring sosial dan membentuk komunitas pecinta lingkungan dan alam di dunia maya; terdapat siswa yang memanfaatkan sampah di lingkungan tempat tinggalnya melalui gerakan Reduce – Re-use – Recycle; dan berbagai tindakan nyata lainnya.
Dengan penggunaan metode yang tepat, tujuan pembelajaran yang mencakup pembangunan individu di ketiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotor dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan.
5.      Faktor materi pembelajaran.
Pada bagian ini, hal yang perlu diperhatikan dalam materi pembelajaran adalah apa materinya (what), seberapa banyak (how much), dan bagaimana tingkat kesulitan (how hard) materi yang hendak dipelajari. Berikut penjelasan masing-masing:
a.      ‘What’, apa materi yang hendak dipelajari.
Setiap mata pelajaran memiliki karakternya sendiri-sendiri, salah satunya bisa ditelusur dari materi yang tercakup dalam mata pelajaran tersebut. Secara umum, materi (dalam hal ini menunjuk pada content and substancy) antara mata pelajaran bidang ilmu alam dan bidang ilmu sosial terdapat perbedaan-perbedaan yang jelas. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat salah satunya harus berbasis pada content dan substancy materi pembelajaran.
Misalnya dalam bidang ilmu alam, untuk mempelajari reaksi kimia dipilih pendekatan inquiry. Agar menemukan jawaban sendiri, inquirydilakukan dengan metode eksperimen dengan melakukan percobaan di laboratorium untuk mengetahui suatu reaksi kimia tertentu. Secara sederhana diilustrasilan dalam alur berikut ini: Mata pelajaran KIMIA  Materi: Reaksi Kimia  Pendekatan: INQUIRY  Metode: EKSPERIMEN  Uji coba di laboratorium.
Contoh lain, dalam bidang ilmu sosial, untuk mengetahui dampak ekonomi yang ditimbulkan akibat bencana erupsi gunung Merapi terhadap perekonomian masyarakat di sekitar kawasan bencana, maka dipilih pendekatan inquiry dengan metode penelusuran dokumen melalui pemberitaan di berbagai media massa. Ilustrasi sederhana, dengan alur sebagai berikut: Mata pelajaran EKONOMI  Materi: Dampak Ekonomi Pasca Bencana Alam  Pendekatan: INQUIRY  Metode: DOKUMENTASI  Penelusuran dokumen yang bersumber dari media massa, bisa juga dengan pembuatan kliping.
b.      How much, seberapa banyak materi yang hendak dipelajari.
Jumlah materi yang akan dipelajari menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran yang akan dipakai. Metode pembelajaran yang dipilih harus efektif, efisien, praktis dalam aplikasinya sehingga cakupan materi yang hendak dipelajari dapat dengan tuntas diselesaikan. Dalam satu kali pertemuan, tidak jarang cakupan materi yang dipelajari jumlahnya kecil maupun besar. Penggunaan metode pembelajaran yang tepat akan memudahkan guru dan peserta didik untuk menyelesaikan jumlah materi yang harus ditempuh.
c.       How hard, seberapa sulit materi yang hendak dipelajari.
Materi pelajaran memiliki tingkat kedalaman, keluasan, kerumitan yang berbeda-beda. Materi pembelajaran dengan tingkat kesulitan yang tinggi biasanya menuntut langkah-langkah analisis dalam tataran yang beragam. Analisis bisa hanya pada tataran dangkal, sedang, maupun analisis secara mendalam. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat mampu memberikan arahan praktis untuk mengatasi tingkat kesulitan suatu materi pembelajaran.
6.      Faktor alokasi waktu pembelajaran.
Pemilihan metode pembelajaran yang tepat juga harus memperhitungkan ketersediaan waktu. Rancangan belajar yang baik adalah penggunaan alokasi waktu yang dihitung secara terperinci, agar pembelajaran berjalan dengan dinamis, tidak ada waktu terbuang tanpa arti. Kegiatan pembukaan, inti, dan penutup disusun secara sistematis. Dalam kegiatan inti yang meliputi tahap eksplorasi – elaborasi – konfirmasi, mengambil bagian waktu dengan porsi terbesar dibandingkan dengan kegiatan pembuka dan penutup.
Pemilihan metode pembelajaran pada kenyataannya dapat menciptakan suasana belajar yang dinamis dan praktis dalam penggunaan waktu. Dalam gambaran yang sederhana, suatu materi pembelajaran yang banyak dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif lebih cepat dengan penggunaan metodecooperatif learning dengan berbagai variasi dan  pengembangannya.
7.      Faktor kesanggupan guru.
Guru memang dituntut untuk selalu menunjukkan performa yang selalu prima dalam setiap pembelajaran yang diampunya. Namun demikian, guru tetaplah manusia dengan berbagai kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Memilih suatu metode pembelajaran pun harus menimbang kesanggupan guru. Akan tetapi, hal ini tidak menjadi dalih pembenaran bagi guru untuk menunjukkan performa yang terlalu apa adanya, dan yang biasa-biasa saja.
Tuntutan untuk senantiasa meningkatkan kapasitas dan kualitas harus selalu diupayakan oleh setiap pendidik. Faktor kesanggupan guru bukanlah suatu pembatas bagi guru untuk memunculkan ide, kreativitas, dan inovasi-inovasi segar yang dapat memunculkan ‘ruh’ dalam pembelajaran yang diselenggarakannya. Dalam paparan sederhana misalnya, guru yang memiliki ‘sense of humor’ banyak disukai muridnya, tetapi guru tidak perlu memaksakan diri untuk menjadi ‘orang lucu’ di depan muridnya agar ia disukai. Cukup dengan penggunaan metode pembelajaran yang mampu memunculkan antusiasme belajar siswa, maka guru akan menjadi orang yang ‘diterima’ dan disukai peserta didiknya.
Alasan agar disukai murid, juga tidak boleh menjadikan guru terlena, karena hakikatnya tujuan pembelajaran jauh lebih mulia jika dibandingkan alasan tersebut. Guru memiliki tugas mulia menhantarkan peserta didiknya meraih cita-cita di masa depan. Menjadi disukai adalah ‘bonus’ atau kompensasi dari kineja guru yang dilaksanakan secara profesional dan mantap.PE


Tidak ada komentar:

Posting Komentar